Kekerasan di Sekolah Salah Siapa?


Dalam beberapa hari terakhir ini media massa, baik media cetak maupun elektronik gencar memberitakan tentang kekerasan yang terjadi di sekolah, khususnya bullying (kekerasan) yang dilakukan oleh siswa SMA Don Bosco Jakarta. Kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior kepada yuniornya saat masa orientasi siswa tersebut telah keluar dari nilai-nilai kemanusian dan mencoreng tujuan mulia pendidikan.


Tragedi kekerasan yang berujung pada penahanan pelaku bullying di SMA Don Bosco Jakarta oleh Polres Jakarta Selatan telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia. Betapa tidak, sekolah yang seharusnya dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah (pendidikan budi pekerti) dan juga untuk menanamkan nilai-nilai karakter, telah dinodai oleh perbuatan-perbuatan siswa yang tidak bertangungjawab dan tidak memahami arti dari sebuah proses pendidikan.
Kekerasan

Dalam hal ini bukan hanya sekolah sebagai istitusi  pendidikan yang namanya akan tercemar, kepala sekolah, guru, siswa bahkan orang tua pelaku juga akan menjadi jelek di mata masyarakat. Kekerasan di sekolah atas nama apapun seharusnya tidak terjadi, apalagi kekerasan dilakukan oleh siswa senior kepada juniornya dengan alasan untuk menjaga tradisi yang sudah turun-temurun, hal tersebut tentu sangat tidak masuk akal.

Masa orientasi siswa seharusnya digunakan oleh siswa senior untuk membimbing dan mengarahkan adik kelasnya yang masih baru agar  dapat mengenal lingkungan, situasi, kondisi serta sistem pembelajaran di sekolah. Bukan digunakan sebagai ajang untuk melakukan praktek kekerasan terhadap siswa baru, baik kekerasan yang berupa kata-kata verbal maupun kekerasan yang mengarah pada fisik. Semua itu sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan, yaitu “untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”    

Kasus bullying di SMA Don Bosco Jakarta sebenarnya tidak harus terjadi manakala sekolah bertindak tegas dalam  mendidik para siswanya. Selain itu, kekerasan yang sering terjadi di sekolah pada dasarnya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah sistem pendidikan yang tidak berjalan dengan baik, kurang tegasnya kepala sekolah, serta guru yang tidak bisa memilih metode pengajaran secara tepat. Semua itu akan mengakibatkan gagalnya transformasi pengetahuan serta internalisasi nilai-nilai moralitas. Sehingga yang terjadi adalah peserta didik tidak memiliki akhlakul karimah dalam kesehariannya.
Tawuran
 Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah adanya reward  dan punishment. Selama ini sekolah sering abai dalam memberikan penghargaan kepada siswa yang memiliki prestasi. Begitu juga sebaliknya sekolah sering lupa dalam memberikan sanksi kepada siswa yang berbuat satu kesalahan. Hal itulah yang pada akhirnya membuat para siswa merasa bebas dalam melakukan hal apapun di sekolah, tak terkecuali dalam melakukan kekerasan.

Dalam hal ini, kasus kekerasan yang terjadi di SMA Don Bosco sudah mengarah pada praktek kriminalitas. Sehingga harus ada sanksi tegas yang diberikan sekolah kepada pelaku kekerasan, semisal mengeluarkan murid yang bersangkutan dari sekolah. Meskipun akan muncul pro dan kontra atas hukuman tesebut, akan tetapi hal itu memiliki tujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya lagi di lain waktu dan tempat. Selain itu dengan memberikan sanksi tegas kepada pelaku harapannya bisa menjadi teladan kepada siswa yang lain agar tidak melakukan hal serupa.

Post a Comment