Uji Kompetensi Guru


Mulai Tanggal 30 Juli 2012 yang lalu telah dilaksanakan Uji Kompetensi Guru (UKG) bagi guru-guru yang telah tersertifikasi. Sebanyak 137.822 guru bersertifikat di Jawa Tengah akan mengikuti uji kompetensi tersebut (SM, 5/7/2012). Bagi sebagian guru bersertifikat rencana pelaksanaan UKG disambut dengan penuh semangat, namun bagi sebagian yang lain justru dianggap sebagai momok baru sehingga mendatangkan perasaan cemas.


Salah satu tujuan dilaksanakannya Uji Kompetensi Guru adalah untuk mengetahui sejauh mana kompetensi guru pasca mendapatkan sertifikat sebagai guru profesional. Pasalnya di masyarakat sering beredar kabar miring bahwa guru yang telah tersertifikasi tidak memiliki kompetensi sesuai dengan harapan masyarakat. Bahkan ada kesan guru yang bersangkutan hanya mengejar tunjangan profesi, bukan untuk meningkatkan kompetensi.



Oleh sebab itulah untuk mengukur dan meningkatkan kompetensi guru bersertifikat sekaligus untuk mematahkan stigma negatif masyarakat, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat program pembinaan dan pengembangan profesi guru melalui program uji kompetensi guru. Uji kompetensi ini memiliki misi mulia untuk menjadikan para guru lebih profesional dan berkompeten. Apalagi mereka telah mendapatkan penghargaan berupa tunjangan profesi, maka sudah seharusnya ada imbal baliknya berupa peningkatan kualitas.

Harapannya dengan mutu guru yang semakin baik, maka akan lahir produk siswa yang  berkualitas pula. Selain untuk mengetahui ada dan tidaknya peningkatan kompetensi guru pascasertifikasi, diadakannya uji kompetensi  juga untuk membangun kesadaran guru agar mereka selalu meningkatkan kompetensi, baik kompetensi pedagogik, sosial, profesional dan individual.

Masih Rendah

Salah satu hal yang ditakuti oleh para guru, terutama guru senior jelang dilaksanakannya uji kompetensi guru adalah masalah  ujian dengan sistem online. Karena harus diakui jika saat ini kemampuan guru dalam mengoperasionalkan teknologi pembelajaran, seperti komputer dan internet masih rendah sehingga mereka bisa dibilang gagap teknologi (gaptek). Tidak salah jika kemudian mereka merasa cemas dan takut, bukan disebabkan soal-soal yang akan mereka hadapi melainkan karena takut tidak bisa mengoperasionalkan komputer atau internet yang dijadikan sebagai media uji kompetensi secara online.

Di tempat penulis mengajar, sebagian guru yang mendapatkan undangan untuk mengikuti uji kompetensi guru mengakui bahwa saat ini mereka sangat cemas menghadapi UKG. Tidak hanya cemas karena takut tidak bisa menjawab soal dengan benar secara online, tetapi juga takut karena tidak bisa mengoperasionalkan komputer dan laptop serta internet yang nanti akan digunakan sebagai media uji kompetensi. 

Dibalik berbagai kendala tersebut, uji kompetensi guru (UKG) tetap harus dilakukan sebagai sarana untuk melakukan pemetaan kompetensi guru, pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) serta sebagai acuan dalam melakukan penilaian kinerja guru (PKG) di masa depan. Dengan demikian UKG bukan merupakan resertifikasi atau uji kompetensi ulang maupun untuk memutus tunjangan profesi guru melainkan sebuah usaha untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru.

Post a Comment