From Zero To Hero; Hidup Adalah Perjuangan



Untuk menjadi seorang pahlawan memang tidak mudah, akan tetapi untuk disebut sebagai pahlawan bisa melalui banyak cara. Ibarat kata pepatah “Banyak Jalan Menuju Roma” banyak juga jalan untuk menjadi seorang pahlawan, minimal pahlawan bagi diri sendiri. Oleh sebab itulah dalam rangka meramaikan GA nya Bunda Lahfy, aku ingin menuliskan sebuah pengalaman hidup yang tak akan pernah terlupa dalam hidupku. Diantara sekian banyak kisah dan pengalaman dalam hidupku yang tak akan pernah terlupakan adalah perjuangan untuk punya sebuah sepeda motor.
Dulu saat aku masih bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Blora, akua dalah satu diantara sekian banyak siswa yang bisa dikatakan dari keluarga sederhana. Oleh sebab itulah perjalanan ke sekolah kutempuh dengan menggunakan sepeda onthel (sepeda kayuh), sepeda yang aku gunakan biasa disebut dengan sepeda jengky (sepeda untuk kaum hawa) begitu sebutan yang berkembang di tengah masyarakat hehehehehe…
Saat ku masih duduk di kelas 1, teman-temen yang bersepeda satu jurusan dengankku masih terbilang lumayan banyak, meskipun beda-beda sekolah ada yang di MAN, SMK maupun di SMA PGRI Blora. Aku juga memiliki teman dari satu sekolah di MAN 1 Blora meskipun dia berasal dari keluarga berada namun dia tetap memakai sepeda ketika ke sekolah. Ooo iyaa.. jarak antara rumah-sekolahku kira-kira hampir (kurangnya entah berapa gak pernah menghitung heheheheh…) 20 Km (lumayan jauh dan lumayan capek),, hehehhe… bisa dikatakan aku adalah anak desa sedangkan sekolahku adalah di pusat kota…
***
Singkat cerita, masalah mulai timbul saat aku kelas 2, teman-teman yang semula menjadi teman bersepeda mulai tidak betah mereka lebih suka naik angkot, alasannya katanya karena capek dan malu. Akupun merasakan yang hal yang sama, dengan jarak tempuh yang lumayan jauh, berangkat sekolah biasanya sekitar jam 05.45 WIB dan sampai di sekolah biasanya jam 07.00 WIB, tapi kalau kesiangan sedikit bisa dipastikan aku pasti terlambat..hehehehehe.
Meskipun teman aku yang rumahnya di Blora kota masih setia menemaniku bersepeda, akan tetapi dia kan cuma menempuh jarak 4 Km, sedangkan aku masih lebih jauh 16 Km lagi rasa bosan pun mulai menyerang. Apalagi jika saat pulang sekolah, aku biasanya sendirian naik sepeda dibawah terik panas matahari dan sering kehujanan saat musim penghujan. Selain itu siswa di sekolahku hampir 60% saat itu  menggunakan trasportasi angkot, 30% bersepeda motor sisanya 10% bersepeda onthel dan kost disekitar sekolah, dan aku masuk dalam kategori 10% tersebut yaitu ngonthel tiap hari.
Meskipun saat itu aku sudah mulai tidak betah dan bosan ke sekolah naik sepeda namun hal itu tetap aku simpan dalam hati karena tidak mau mengecewakan orang tua yang telah bersusah payah membiayaiku sekolah. Dan satu hal untuk menunjukkan rasa baktiku pada orang tua aku berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menjadi yang terbaik di kelas. Buktinya meskipun aku berasal dari keluarga petani, setiap hari disamping bersekolah juga harus membantu orang tua bekerja di sawah dan ladang  akan tetapi prestasi akademikku cukup baik dengan selalu mendapatkan rangking 3 besar saat kelas 1 dan kelas 2.
Baru di kelas tiga jurusan IPA prestasiku menurun drastis karena aku terkena penyakit yang hingga saat ini masih sering kambuh. Penyakit itu memaksa aku tidak boleh berpikir terlalu capek sehingga hal itu berakibat pada prestasiku yang menurun. Pada cawu I aku hanya bisa duduk diperingkat 10 besar di kelas, cawu 2 peringkat 3 besar dan di akhir kelas tiga ku mampu menjadi yang terbaik ke 2 di kelas. Yang lebih membuatku bangga adalah aku juga menjadi yang terbaik nilai ujian agama satu sekolah. Alhamdulilah…
***
Eee...malah ngelantur, lanjut ya!!! pada awal kelas 3 IPA inilah kesabaranku bisa dibilang akan habis,..(kayak bensin aja hehehehe…) benar saat itu aku benar-benar meras capek karena tiap hari harus menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Belum lagi setelah pulang sekolah aku harus tetap menjalankan rutinitasku sebagai anak petani yaitu membantu kedua orang tua di sawah, atau juga mencari rumput untuk makan sapi peliharaan keluarga. Setelah sore tiba aku juga harus menjalankan kewajibanku menjadi guru di Madrasah Diniyah di kampungku, sedangkan malam harinya aku juga harus mengaji sendiri di Pondok Pesantren Sabilurrosyad yang berada di tetangga desaku. Ditambah malamnya setelah mengaji aku harus belajar untuk sekolah, hal itu yang mungkin membuatku agak sedikit menjadi pemarah.
Karena hal itu pula akhirnya kuberanikan diri matur (berbicara) kepada orang tuaku bahwa aku ingin dibelikan sepeda motor yang second untuk sekolah. Awalnya aku berbicara kepada bapak; beliau juga pingin beliin sepeda motor tapi tidak sekarang tapi setelah aku lulus sekolah itu katanya. Dalam hatiku berkata ; yaa… sama saja boong, kan aku pinginnya punya sepeda motor buat sekolah. Setelah itu aku berniat ngomong sama ibu, meskipun dalam hati aku yakin pasti ibu tidak setuju..tapi pada akhirnya aku juga mengeluarkan unek-unekku pada ibu. Seperti yang kuduga ibu tidak mengijinkan, bahkan beliau sampai marah karena aku ngotot minta motor bahkan mengancam tidak mau sekolah jika tidak dibelikan motor.
Ibu malah bilang kepadaku, bahwa aku harus mau meniru mas dan mbak ku karena mereka sekolah di MAN 1 Blora naik sepeda sampai lulus, terutama mbakku aja yang perempuan kuat, masak aku yang laki-laki tidak kuat, begitu ibu bilang. Bahkan ketika aku mengancam tidak mau sekolah, ibu sambil marah sampai menangis bilang ke aku; jika aku tidak bisa dinasehati lebih baik aku cari seorang cewek untuk dinikahi sekalian dari pada disekolahkan tidak mau. Kejadian tersebut tidak akan pernah aku lupakan hingga saat ini. Dan kejadian itupula yang membuatku menyesal, karena setelah itu ibuku sakit parah, karena penyakitnya kambuh. Dan aku merasa akulah penyebab semua itu...meskipun pada lain hari aku sudah meminta maaf ke pada ibu dan bapak, dan tidak akan lagi menuntut macam-macam, namun rasa bersalah karena telah bertengkar dengan orang tua membuatku merasa sebagai anak yang tidak berbakti.
Sejak kejadian itu, dan sejak ibuku jatuh sakit, aku berjanji tidak mau membuat orang tua sedih lagi dengan perilakuku yang kurang dewasa di tengah kehidupan keluarga yang sederhana. Meskipun bapak pernah menjanjikan ingin membelikan motor, tetapi aku tahu hal itu tidak akan dilakukan, karena saat itu bapak hanya ingin menghiburku saja. Namun berkat kejadian itupula dalam hati aku bertekad bahwa suatu saat aku harus bisa membeli sepeda motor dengan usahaku sendiri…bismillah..
Setelah aku lulus dari MAN 1 Blora, aku bingung mau apa, awalnya aku ingin bekerja saja karena ingin mewujudkan keinginanku untuk membeli sepeda motor. Namun diluar dugaan, kedua orang tuaku memiliki keinginan lain. Mereka berencana memasukkan aku ke Pondok Pesantren di Kediri Jawa Timur. Setelah mereka menasehatiku, akhirnya aku juga mengiyakan keinginan mereka, sebagai wujud baktiku kepada orang tuaku. Akhirnya seminggu sebelum keberangkatanku, mas ku yang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri (IAIN Walisongo) Semarang pulang karena mendengar bahwa aku mau dimasukkan ke pondok pesantren di Jawa Timur.
Saat pulang itulah mas ku memberi saran kepada orang tuaku agar aku dikuliahkan saja, bukan dipondokkan. Alasannya karena aku sudah memiliki ilmu agama yang cukup karena sudah mengaji di Pondok pesantren tetangga desaku. Sedangkan mengaji di pondok-pondok pesantren yang lain tak jauh beda yang dipelajari ada nahwu, sgorof, kitab kuning dan semua itu memang telah aku pelajari hampir 6 tahun diPonpes Sabiluurosyad tempat aku mengaji. Mas ku juga memberi contoh dirinya sendiri yang pernah nyantri di Ponpes Rembang namun gagal karena disana katanya tidak mengaji malah sering bermain bola dengan anak-anak kampung dan juga anak pengasuh pesantrennya. Melalui perdebatan panjang itulah, akhirnya disepakati bahwa aku harus kuliah dengan syarat biaya masuk ditanggung orang tua selama semester pertama, setelahnya adalah urusan kakakku dan urusanku sendiri.
***
 Setelah resmi menjadi mahasiswa IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), mulai saat itulah petualangku dimulai. Semester pertama aku hidup numpang ditempat mask u yaitu di masjid, karena saat itu mask u menjadi pengelola masjid. Pada semester pertama itu juga aku mulai berkenalan dengan berbagai organisasi kampus, salah satu yang paling aku suka yaitu Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi. Akhirnya aku ikut mendaftar dan diterima menjadi anggota LPM Edukasi. Dan mulai saat itulah aku menyukai dunia tulis menulis. Semester pertama kulalui dengan biasa karena Indek prestasi yang kudapat juga biasa yaitu 3,0.
Semester kedua, biaya registrasi ditanggung oleh mas ku, karena sesuai kesepakatan dengan orang tua, mereka hanya member biaya semester pertama. Pada semester ini pula aku berkeinginan untuk mencari kos sendiri, namun tidak diijinkan oleh mas aku. Alasannya karena sebentar lagi pengelola masjid tempat aku menumpang akan menikah dan pindah, secara otomatis akan ada lowongan untuk satu orang lagi karena di masjid diisi oleh dua orang. Oleh sebab itulah aku diminta bertahan dulu, sampai akhirnya apa yang dikatakan mas aku menjadi kenyataan, setelah temannya kakakku pindah, akhirnya aku dijinkan oleh Takmir Masjid Al Ikhlas Perum BPI Ngaliyan Semarang untuk menjadi pengelola (penjaga) masjid dengan tugas dan tanggungjawab yang besar.
Setelah menetap di masjid, aku memberanikan diri untuk mulai mencari sampingan pekerjaan yang bisa aku lakukan diluar jam kuliah. Namun setelah konsultasi sama kangmas, dia tidak mengijinkan dan menyuruh aku konsentrasi kuliah saja. Tapi dalam hati aku berontak, aku tetap ingin kuliah sambil kerja. Dan saat itu yang bisa aku lakukan hanyalah mengajar privat mengaji anak-anak perumahan yang dekat dengan masjid. Atau jamaah masjid yang rata-rata orang kaya disekitar masjid yang ingin bisa mengaji menjadi salah satu yang aku private. Alhamdulilah dari privat mengaji mendapatkan imbalan yang cukup untuk hidup sehari-hari.
Pada semester 3, 4 dan 5 aku mulai memberanikan diri untuk kecil-kecil usaha patungan sama seorang sahahat dari Jepara. Mulai dari jualan baju untuk para mahasiswa-mahasiswa yang akhirnya tidak diteruskan karena keuntungannya kecil dan lama. Akhirnya aku dan sahabatku mencoba jualan buku-buku kuliah dan umum yang mengambil dari distributor Yogyakarta yang ada di Semarang. Jualan buku inilah yang erlatif bertahan lama, meskipun lakunya tidak tiap hari akan tetapi dari jualan buku ini aku bisa mendapatkan banyak ilmu karena disamping jualan buku-buku tersebut juga aku baca… (yang tidak dibungkus plastik hehehehe….) mulai semester 3 pula aku mulai bisa membiayai registrasi sendiri hingga lulus.
Bukan hanya menjual buku, pada awal semester 5 aku mencoba mulai menulis di media massa yang ada di Semarang, yaitu Koran SUARA MERDEKA, WAWASAN, KOMPAS JATENG. Disamping karena aku adalah salah satu redaktur di LPM EDUKASI Fakultas Tarbiyah, keinginan menulis salah satunya dilandasi oleh keinginan untuk bisa dikenal luas masyarakat, dan alas an lain tentu saja untuk mendapatkan Honorarium. Meskipun selalu mencoba dan gagal,  akan tetapi aku selalu mencoba dan mencoba. Ooo ya disamping aku jualan buku, aku sama sahabatku juga pernah mencoba bisnis jualan Gula Pasir yang kita ambil barangnya langsung dari Pelabuhan Tanjung Mas Semarang karena harga murah, namun tidak bertahan lama karena kuranngnya tempat pemasaran.
Aktifitas kuliah, usaha kecil-kecilan, privat dan menulis serta menjadi penjaga masjid disamping juga berorganisasi aku geluti semuanya. Saat itu aku memiliki prinisp, “Semakin aku sibuk, semakin aku bisa membagi waktu”. Dalam hal inilah, aku mulai merasakan perubahan dimana aku merasa menjadi lebih dewasa. Mulai semester 5 pula aku mulai sedikit-demi sedikit menabung, bukan hanya untuk membayar rergistrasi semesteran kuliah, biaya hidup taip hari, aku juga bisa sedikit membantu keuangan keluarga di rumah, dan salah satu alasan utama aku menabung adalah untuk mewujudkan keinginanku yang tertunda yaitu membeli sepeda motor.
***
Awal semester 8 aku sudah tidak kuliah lagi dan tinggal memiliki tugas untuk PPL dan KKN serta tugas untuk mulai menggarap skripsi. Pada semester 9 aku benar-benar menikmati kebebasanku karena di semester ini aku bisa dikatakan istirahat total dari dunia kampus dan hanya memikirkan skripsi. Saat itu pula aku dapat tawaran untuk menjadi distributor kosmetik Oriflame, awalnya hanya menggantikan kakakku, namun karena kakaku tidak betah maka akhirnya aku yang meneruskan menjadi distributor kosmetik Oriflame wilayah semarang.
Mulai semester 9 pula kurasakan jalan rizki mulai lancar, disamping penghasilanku jadi distributor lumayan untuk ukuran mahasiswa saat itu, kegiatan tulis-menulisku mulai membuahkan hasil setelah hampir 3 tahun mencoba menulis di media kurang sukses. Pada semester ini boleh dibilang hampir tiap bulan tulisanku keluar di media massa, bahkan terkadang sebulan bisa dua kali keluar dimedia massa yang berbeda. Meskipun menulis dirubrik kampus namun HRnya lumayan. Dan hal tersebut tentu saja menjadikan pundi-pundi tabunganku kian banyak, bahkan kalau kuhitung bisa untuk membeli sepeda motor meskipun bukan sepeda motor baru (second).
Jelang semester 10 aku mulai intens untuk membuat tugas akhir (skripsi), karena sejak mulai kuliah aku memang memiliki target bahwa aku harus lulus 5 tahun (10 semester). Apalagi tiap pulang ibuku selalu menasehati aku agar tidak lama-lama kuliah seperti kangmasku yang kuliah hingga menjelang batas akhir menjadi mahasiswa (14 semester). Dalam penulisan skripsi boleh dibilang aku tidak mengalami kesulitan, Karena disamping aku sudah terbiasa menulis di media dan juga di majalah EDUKASI, menulis skripsi kalau dihitung-hitung mulai dari mencari sumber dan referensi hingga penulisan aku hanya butuh waktu 2 bulan. Dan setelah selesai ujian komprehensif dan munaqosah dan dinyatakan lulus aku terasa merdeka. Targetku telah tercapai yaitu bisa lulus kuliah dalam 10 semester.
Setelah wisuda di akhir 2006, aku tetap menjalani pekerjaaanku sebagai distributor kosmetik. Pada tahun itu pula kangmasku akhirnya menikah dengan teman seangkatanku. Jelang pernikahan kangmasku, aku diminta pulang oleh orang tua untuk musyawarah, dan saat aku ditanya oleh orang tua punya tabungan berapa. Aku jawab apa adanya, aku punya tabungan yang cukup untuk membeli sepeda motor second. Akhirnya orang tuaku berkata meminjam uang tabunganku untuk keperluan pernikahan kangmasku. Disisi lain kangmasku juga meminjam uang tabunganku, sehingga pada aikhirnya uang tabungaku hanya sisa sedikit.
Pada awal 2007 aku memulai target bahwa tahun depan aku harus benar-benar bisa membeli motor sendiri. Meskipun keinginanku tersebut didukung orang tua, dan mereka berjanji akan membantu nguruni (tambah modal) akan tetapi aku tidak mau, karena aku ingin membeli motor dengan usahaku sendiri sebagaimana telah lama aku idamkan. Setelah setahun mengumpulkan sedikit-demi sedikit rezeki, akhirnya tabunganku kembali lumayan saldonya. Aku membulatkan tekad harus membeli motor sebelum uang tabunganku kepakai untuk hal-hal yang tak terduga.
Keinginannku akhirnya benar-benar terwujud pada tahun 2008, disaat itu ada sepupu yang memiliki sepeda motor HONDA IMPRESAA keluaran tahun 2000 yang akan dijual, dan aku diminta untuk mencarikan calon pembeli. Setelah aku utarakan niat untuk membelinya sendiri, maka akhirnya terjadi kesepakatan bahwa harganya 5,5 juta dan akhirnya aku bayar dengan potongan diskon sehingga aku hanya membayar 5 juta. Dan mulai saat itulah aku resmi memiliki sepeda motor dari hasil keringat sendiri. Dan orang tuaku juga merasa bangga karena apa yang aku inginkan akhirnya tercapai.
Bagiku perjuangan untuk bisa membeli motor, merupakan salah satu perjuangan yang tak akan pernah aku lupakan. Karena proses panjang itulah yang mengajarkan aku bagaimana nikmatnya mewujudkan sebuah mimpi menjadi kenyataan. Saat ini sepeda motor hasil perjuangan itu selalu menemaniku saat aku mengajar di luar kota Semarang. Meskipun tergolong sepeda motor tua, tapi menurut teman-temanku sepeda motorku patut untuk selalu dirawat dengan baik, karena memiliki nilai sejarah dan perjuangannya itu yang menjadikannya istimewa. Sehingga mereka menyarankan jangan sampai motor tersebut dijual, dan aku juga memiliki keinginan yang sama untuk tidak menjual motor tersebut karena memang sangat berharga bagiku. Dari proses panjang tersebut aku semakin sadar, bahwa “Hidup adalah perjuangan”. Siapa yang mau berjuang pasti akan bisa mewujudkan mimpi dan keinginannya (man jadda wajadda= siapa yang bersungguh-sunggu pasti akan mendapatkan).
Tulisan ini diikutsertakan pada LovelyLittle Garden's First Give Away 


Post a Comment