Kecurangan Itu Masih Ada

Ujian Nasional untuk tingkat SMA telah selasai, para siswa kelas III tinggal menunggu pengumuman hasil UN. Apapun hasilnya UN diharapkan diterima dengan lapang dada. Bagi yang lulus diharapkan bersyukur atas apa yang diraih dan tidak menjadi sombong. Bagi yang tidak lulus diharapkan tidak terlalu kecewa, karena kesempatan untuk mengulang pada tahun depan masih terbuka.
Gambar Pelaksanaan UN:  Disini
Pelaksanaan UN SMA tahun ini boleh dibilang lancar, namun dibalik itu berbagai isu adanya kecurangan tetap saja mengemuka. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) paling tidak telah menerima 837 laporan terkait Ujian Nasional (UN) untuk SMA/SMK/MA/SMALB tahun 2012. Sebanyak 213 laporan di antaranya terkait kecurangan. Banyaknya laporan kecurangan selama pelaksanaan UN tingkat SMA menunjukkan bahwa pelaksanaan UN belum benar-benar bersih dari praktek kecurangan.
Kecurangan demi kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan UN, baik dari dulu sampai sekarang seakan membuktikan bahwa dimana ada UN disitu pasti ada kecurangan. Ujian Nasional memang masih menjadi satu-satunya alat ukur keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikannya mulai dari tingkat SD-SMA. Oleh sebab itulah tidak mengherankan jika kemudian pihak-pihak yang merasa berkepentingan dengan UN berlomba-lomba mencapai keberhasilan UN dengan cara apapun, termasuk berbuat curang.
Yang paling aktual tentu saja isu bocornya kunci jawaban di Jombang Jawa Timur. Isu kecurangan tersebut berawal dari laporan salah satu orang tua siswa yang merasa tertipu oleh oknum tak bertanggungjawab yang meminta sejumlah uang dan berjanji akan dikirimkan kunci jawaban soal UN.  Meskipun belum terbukti kebenarannya, akan tetapi perilaku tak bertanggung jawab tersebut semakin menguatkan dugaan bahwa pelaksanan UN tahun ini memang masih penuh dengan kekurangan.
Mahalnya Kejujuran
Ibarat kata pepatah “jauh panggang dari api” itulah gambaran pelaksanaan UN selama ini. Adanya deklarasi UN jujur, penandatangan pakta integritas baik yang dilakukan oleh siswa serta pihak-pihak yang terkait dengan UN tenyata belum bisa menghilangkan budaya curang dalam pelaksanaan UN. Budaya curang inilah yang memunculkan sebuah kesimpulan bahwa kejujuran mahal harganya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan, laboratorium moral dan tempat untuk memupuk karakter siswa seharusnya menjadi tempat paling subur untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran bagi peserta didik. Ujian nasional sebagai salah satu metode evaluasi bagi siswa seharusnya dijadikan sebuah alat ukur tingkat kejujuran siswa bukan hanya dijadikan sebagai alat untuk mengukur tingkat kognitif siswa semata.


Dengan kata lain, selama UN masih dijadikan sebagai indikator utama untuk mengukur keberhasilan siswa selama sekolah, maka UN akan tetap akan diwarnai dengan kecurangan. Kelulusan dengan mendasarkan pada nilai ujian nasional akan semakin menyuburkan praktek kecurangan. Semua itu terjadi karena setiap orang menginginkan agar bisa lulus UN dengan nilai terbaik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 
Penulis adalah: Pendidik di SLB Negeri Ungaran

Post a Comment