Resah Buku Porno di Sekolah



Dunia pendidikan kita tercoreng lagi dengan beredarnya buku ajar yang kontennya (isi) dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Buku ajar tersebut adalah buku Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Inggris yang beredar di SMP Kota Mojokerto Jawa Timur. Di dalam LKS kelas tiga SMP tersebut bergambar artis porno asal Jepang Maria Ozawa alias Miyabi. Ironisnya lagi, buku LKS The Bell terbitan CV Sinar Mulia disusun oleh Tim Penyusun Musyawarah Guru Bahasa Inggris SMP di kota tersebut.

Stop Buku Porno di Sekolah

Beredarnya buku LKS yang dijadikan sebagai referensi belajar dan bacaan para siswa SMP tersebut tentu sangat mengkhawatirkan karena bisa menimbulkan efek negaif bagi perkembangan psikologi peserta didik. Meskipun dalam kata pengantarnya dijelaskan bahwa tujuan diterbitkannya buku LKS tersebut adalah untuk membantu siswa belajar dengan paradigma baru, yaitu cooperative learning, active learning, dan mandiri. Akan tetapi pemuatan gambar artis porno tetap tidak bisa diterima.

Beredarnya buku-buku bacaan di sekolah berbau pornografi akhir-akhir ini memang bukan yang pertama kali. Di Jakarta pernah heboh dengan beredarnya buku LKS yang di dalamnya terdapat materi dengan judul Kisah Bang Maman dari Kali Pasir yang berisikan materi berbau pornografi. Di Jawa Tengah sendiri juga pernah beredar buku LKS berbau pornografi di Kabupaten Kebumen, Purworejo, serta Wonogiri.

Maraknya peredaran buku sekolah berbau pornografi yang dijadikan sebagai buku bacaan siswa jelas sangat disesalkan. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa pengawasan terhadap peredaran buku-buku sekolah masih sangat lemah. Seharusnya buku-buku tersebut tidak sampai di tangan siswa jika pengawasan baik itu oleh pihak pusat, daerah maupun dari pihak guru-guru di sekolah dilaksanakan dengan ketat. Namun patut disayangkan, selama ini pengawasan terhadap peredaran buku-buku di sekolah masih sangat minim

Tanggungjawab

Peran serta berbagai pihak untuk melalukan pengawasan terhadap peredaran buku ajar di sekolah memang sangat diperlukan, baik itu dari penerbit, orang tua, guru maupun sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui dinas pendidikan daerah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas semua peredaran buku ajar bagi peserta didik seharusnya lebih selektif dalam memberikan ijin terhadap peredaran buku-buku yang akan dijadikan bahan ajar bagi peserta didik. 
gambar

Peran guru di sekolah juga sangat vital dalam masalah ini, karena guru adalah pihak paling mengerti kebutuhan siswanya. Oleh sebab itulah guru hendaknya lebih cerdas dalam memilih buku ajar bagi peserta didiknya. Kesalahan dalam memilih buku referensi bagi peserta didik dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perkembangan intelektual, mental, moral serta karakter peserta didik. 

Agar ke depan tidak terulang lagi kasus peredaran buku berbau pornografi di sekolah-sekolah, hendaknya Kemdikbud membuat aturan tegas tentang penulisan buku-buku ajar, LKS, maupun referensi lain yang akan dijadikan buku pegangan peserta didik. Selain itu, pelatihan penulisan buku ajar bagi guru harus sering dilaksanakan sebagai sarana untuk mendidik dan melatih para guru yang produktif dalam menulis buku ajar agar lebih berhati-hati dalam membuat  sebuah karya.

Post a Comment